Jakarta — Sebuah video menampilkan AI (kecerdasan buatan) menggambarkan Presiden Joko Widodo berbicara dalam bahasa Mandarin menjadi sorotan publik. jelang pemilihan umum (Pemilu) yang semakin dekat, video tersebut telah memicu perdebatan dan kekhawatiran akan potensi hoaks yang bisa mempengaruhi opini publik.
Pengamat sekaligus pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, memberikan pernyataan bahwa penemuan ini mengonfirmasi bahwa video tersebut adalah hasil manipulasi kecerdasan buatan.
“Satu video Presiden Jokowi asli berbahasa Inggris, dan satu lagi video berbahasa Mandarin secara lisan tanpa tulisan. Padahal seharusnya video apa yang diterjemahkan oleh sumber, harus disampaikan dengan bahasa yang asli yaitu bahasa Inggris. Jika pun terjemahan, maka dalam bentuk teks,” terang Emrus.
Menurut Emrus, jika video pidato berbahasa Mandarin, mestinya perlu teks alih bahasa bagi penonton untuk mengontrol makna pidato lisan.
“Video Presiden Jokowi berpidato bahasa Mandarin tersebut juga menimbulkan multi tafsir yang rawan menarasikan seolah Presiden Jokowi bagian dari kekuatan kepentingan ekonomi yang ada di China,” imbuhnya.
Dalam video tersebut, Presiden Jokowi tampak berbicara dengan lancar dalam bahasa Mandarin, sebuah kemampuan linguistik yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya. Meskipun video ini telah menjadi viral di media sosial, banyak pengamat dan ahli kecerdasan buatan mendesak masyarakat untuk menjaga kewaspadaan terhadap kemungkinan keaslian rekaman tersebut.
Dalam perkembangan terbaru dan hasil penelusuran menunjukkan bahwa video tersebut adalah hasil manipulasi dengan mengambil rekaman video pidato Presiden Jokowi saat Gala Dinner USINDO, US Chamber, dan USABC di Amerika Serikat pada tahun 2015. Rekaman asli tersebut sebelumnya telah tersedia di platform YouTube pada tautan https://youtu.be/6G604qxWaNQ?si=coW08xmXyMw5fTFC.
Video tersebut kemudian dimanipulasi dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan ilusi bahwa Presiden Jokowi berbicara dalam bahasa Mandarin dengan fasih. Kini video manipulasi tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang etika penggunaan teknologi dalam konteks politik dan Pemilu.
Emrus pun menegaskan perlunya tindakan tegas Kementerian Komunikasi dan Informasi selaku pihak berwenang untuk menghentikan penyebaran video manipulasi kecerdasan buatan tersebut.
“Kementerian Komunikasi dan Informasi harus secara masif menjelaskan video pidato Presiden Jokowi ke ruang publik, yang seolah-olah lisan dalam bahasa Mandarin. Padahal idealnya, bahasa asing yang disampaikan secara lisan juga harus disertai teks tertulis atau running text juga,” tegas Emrus.
Tak hanya itu Emrus pun mensinyalir ada kepentingan di balik manipulasi dan penyebaran video tersebut. Publik dari beberapa pengguna media sosial juga mendesak pihak berwenang untuk menindak tegas pelaku manipulasi dan penyebar video tersebut karena merasa hoaks dan informasi palsu dapat menjadi ancaman serius terhadap demokrasi dan stabilitas politik.
Di tengah maraknya informasi palsu dan hoaks menjelang Pemilu, masyarakat diingatkan untuk selalu memverifikasi sumber informasi dan menggunakan pertimbangan yang bijak dalam membentuk pendapat mereka.